Mangkok Merah merupakan sebuah tradisi dalam adat Dayak yang berfungsi sebagai alat komunikasi antar sesama rumpun Dayak
serta sebagai penghubung dengan roh nenek moyang. Hanya Panglima Adat
yang berwenang untuk memanggil dan berhubungan dengan para roh suci atau
dewa.
Pada mulanya adat ini bernama Mangkok Jaranang karena menggunakan mangkok yang diwarnai dengan jaranang. Jaranang
adalah sejenis tanaman akar yang mempunyai getah berwarna merah dan
digunakan sebagai pewarna sebelum masyarakat Dayak mengenal cat. Akar jaranang yang berwarna merah dioleskan pada dasar mangkuk bagian dalam sehingga kini dikenal dengan nama Mangkok Merah. Adat ini dilangsungkan apabila pada suatu kasus, misalnya parakng
(bunuh) atau pelecehan seksual, pihak pelaku tidak bersedia
menyelesaikan secara adat. Pihak ahli waris korban yang merasa terhina
akan bersepakat, dan mungkin berakhir dengan melakukan aksi belas dendam
melalui pengerah masa secara adat yang disebut Mangkok Merah.
Mangkok Merah hanya digunakan jika benar-benar terpaksa. Segala macam
akibat yang akan ditimbulkan akan dipertimbangkan masak-masak karena
korban jiwa dalam jumlah besar sudah pasti akan berjatuhan.
Latar belakang terjadinya adat mangkok merah adalah jika suatu pelaku
pelanggaran tidak bersedia menyelesaikan kesalahannya secara adat
sehingga dianggap menghina dan melecahkan harkat dan martabat ahli waris
korban. Akibatnya, ahli waris yang mengetahui akan mengadakan upaya
pembalasan dengan mengumpulkan semua ahli waris korban melalui adat
mangkok merah. Dalam peristiwa pembunuhan, apabila dalam waktu 24 jam
tidak ada tanda-tanda upaya penyelesaian secara adat, pihak ahli waris
korban segera menyikapinya dengan upaya pembelasan. Karena pelaku
dianggap telah menentang adat, ia dianggap pantas untuk dihajar seperti binatang yang tidak beradat.
Gerakan mangkok merah menjadi tanggung jawab ahli waris korban dan
hanya mereka yang berhak memimpin gerakan. Menurut masyarakat Dayak Kanayatn, keturunan ahli waris samdiatn digambarkan menurut garis lurus berikut:
- Saudara Sekandung (tatak pusat) disebut samadiatn.
- Sepupu satu kali (sakadiritan) di sebut kamar kapala.
- Sepupu dua kali (dua madi’ ene’) di sebut waris.
- Sepupu tiga kali (dua madi’ ene’ saket) di sebut waris.
- Sepupu empat kali (saket) di sebut waris.
- Sepupu lima kali (duduk dantar) di sebut waris.
- Sepupu enam kali (dantar) di sebut waris.
- Sepupu tujuh kali (dantar page) di sebut waris.
- Sepupu delepan kali (page) masih tergolong waris.
- Sepupu sembilan kali (dah baurangan) tidak tergolong waris.
Pelaksanaan dan penangung jawab adat mengkok merah adalah seluruh jajaran ahli waris korban yang dipimpin oleh dua madi’ ene’ sebagai kepala waris. Apabila pasukan telah berangkat menuju sasaran, hampir tidak ada alternatif lain untuk pencegahan kecuali dengan upaya adat pamabakng.
0 komentar:
Posting Komentar